Sejarah Sastra
INDONESIA Sastra Indonesia, adalah sebuah istilah
yang melingkupi berbagai macam karya sastra di Asia Tenggara. Istilah
“Indonesia” sendiri mempunyai arti yang saling melengkapi terutama dalam
cakupan geografi dan sejarah poltik di wilayah tersebut. Sastra Indonesia
sendiri dapat merujuk pada sastra yang dibuat di wilayah Kepulauan Indonesia.
Sering juga secara luas dirujuk kepada sastra yang bahasa akarnya berdasarkan
Bahasa Melayu (dimana bahasa Indonesia adalah satu turunannya). Dengan
pengertian kedua maka sastra ini dapat juga diartikan sebagai sastra yang
dibuat di wilayah Melayu (selain Indonesia, terdapat juga beberapa negara
berbahasa Melayu seperti Malaysia dan Brunei), demikian pula bangsa Melayu yang
tinggal di Singapura. Daftar isi 1 Periodisasi 2 Pujangga Lama 2.1 Karya Sastra
Pujangga Lama 2.1.1 Sejarah 2.1.2 Hikayat 2.1.3 Syair 2.1.4 Kitab agama 3
Sastra Melayu Lama 3.1 Karya Sastra Melayu Lama 4 Angkatan Balai Pustaka 5
Pujangga Baru 5.1 Penulis dan Karya Sastra Pujangga Baru 6 Angkatan 1945 6.1
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945 7 Angkatan 1950 – 1960-an 7.1 Penulis
dan Karya Sastra Angkatan 1950 – 1960-an 8 Angkatan 1966 – 1970-an 8.1 Penulis
dan Karya Sastra Angkatan 1966 9 Angkatan 1980 – 1990-an 9.1 Penulis dan Karya
Sastra Angkatan 1980 10 Angkatan Reformasi 10.1 Penulis dan Karya Sastra
Angkatan Reformasi 11 Angkatan 2000-an 11.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan
2000 11.2 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2010 12 Cybersastra 13 Pranala luar
14 Referensi Periodisasi Sastra Sastra Indonesia terbagi menjadi 2 bagian
besar, yaitu: (a) lisan (b) tulisan Secara urutan waktu maka sastra Indonesia
terbagi atas beberapa angkatan: Angkatan Pujangga Lama Angkatan Sastra Melayu
Lama Angkatan Balai Pustaka Angkatan Pujangga Baru Angkatan 1945 Angkatan 1950
– 1960-an Angkatan 1966 – 1970-an Angkatan 1980 – 1990-an Angkatan Reformasi
Angkatan 2000-an Angkatan 2010 Pujangga Lama Pujangga lama merupakan bentuk
pengklasifikasian karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20.
Pada masa ini karya satra di dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat.
Di Nusantara, budaya Melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat meliputi
sebagian besar negara pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya. Di Sumatera
bagian utara muncul karya-karya penting berbahasa Melayu, terutama karya-karya
keagamaan. Hamzah Fansuri adalah yang pertama di antara penulis-penulis utama
angkatan Pujangga Lama. Dari istana Kesultanan Aceh pada abad XVII muncul
karya-karya klasik selanjutnya, yang paling terkemuka adalah karya-karya Syamsuddin
Pasai dan Abdurrauf Singkil, serta Nuruddin ar-Raniri.[1] Karya Sastra Pujangga
Lama Sejarah Sejarah Melayu (Malay Annals) HikayatHikayat Abdullah Hikayat Aceh
Hikayat Amir Hamzah Hikayat Andaken Penurat Hikayat Bayan Budiman Hikayat
Djahidin Hikayat Hang Tuah Hikayat Iskandar Zulkarnain Hikayat Kadirun Hikayat
Kalila dan Damina Hikayat Masydulhak Hikayat Pandawa Jaya Hikayat Pandja
Tanderan Hikayat Putri Djohar Manikam Hikayat Sri Rama Hikayat Tjendera Hasan
Tsahibul Hikayat Syair Syair Bidasari Syair Ken Tambuhan Syair Raja Mambang
Jauhari Syair Raja Siak Kitab agama Syarab al-’Asyiqin (Minuman Para Pecinta)
oleh Hamzah Fansuri Asrar al-’Arifin (Rahasia-rahasia para Gnostik) oleh Hamzah
Fansuri Nur ad-Daqa’iq (Cahaya pada kehalusan-kehalusan) oleh Syamsuddin Pasai
Bustan as-Salatin (Taman raja-raja) oleh Nuruddin ar-Raniri Sastra Melayu Lama
Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 – 1942, yang
berkembang dilingkungan masyarakat Sumatera seperti “Langkat, Tapanuli,
Minangkabau dan daerah Sumatera lainnya”, orang Tionghoa dan masyarakat
Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam
bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat. Karya Sastra Melayu
LamaRobinson Crusoe (terjemahan) Lawan-lawan Merah Mengelilingi Bumi dalam 80
hari (terjemahan) Graaf de Monte Cristo (terjemahan) Kapten Flamberger
(terjemahan) Rocambole (terjemahan) Nyai Dasima oleh G. Francis (Indo) Bunga
Rampai oleh A.F van Dewall Kisah Perjalanan Nakhoda Bontekoe Kisah Pelayaran ke
Pulau Kalimantan Kisah Pelayaran ke Makassar dan lain-lainnya Cerita Siti
Aisyah oleh H.F.R Kommer (Indo) Cerita Nyi Paina Cerita Nyai Sarikem Cerita
Nyonya Kong Hong Nio Nona Leonie Warna Sari Melayu oleh Kat S.J Cerita Si Conat
oleh F.D.J. Pangemanan Cerita Rossina Nyai Isah oleh F. Wiggers Drama Raden Bei
Surioretno Syair Java Bank Dirampok Lo Fen Kui oleh Gouw Peng Liang Cerita Oey
See oleh Thio Tjin Boen Tambahsia Busono oleh R.M.Tirto Adhi Soerjo Nyai
Permana Hikayat Siti Mariah oleh Hadji Moekti (indo) dan masih ada sekitar 3000
judul karya sastra Melayu-Lama lainnya Angkatan Balai Pustaka Angkatan Balai
Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang
dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan
drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan
hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini. Balai Pustaka
didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan
liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan
pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka
menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan
bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan
bahasa Madura. Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai “Raja Angkatan Balai
Pustaka” oleh sebab banyak karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat
daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel
Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah “novel Sumatera”, dengan
Minangkabau sebagai titik pusatnya.[2] Penulis dan Karya Sastra Angkatan Balai
Pustaka [Merari Siregar] [Azab dan Sengsara](1920) [Binasa kerna Gadis
Priangan](1931) [Cinta dan Hawa Nafsu] [Marah Roesli] [Siti Nurbaya](1922) [La
Hami] (1924) [Anak dan Kemenakan](1956 [Muhammad Yamin][Tanah Air (novel)|Tanah
Air](1922) [Indonesia, Tumpah Darahku] (1928) [Kalau Dewi Tara Sudah
Berkata][Ken Arok dan Ken Dedes] (1934) [Nur Sutan Iskandar][Apa Dayaku karena
Aku Seorang Perempuan] (1923) [Cinta yang Membawa Maut](1926) [Salah
Pilih](1928) [Karena Mentua](1932) [Tuba Dibalas dengan Susu]] (1933)
[Hulubalang Raja] (1934) [Katak Hendak Menjadi Lembu] (1935) [Tulis Sutan Sati]
[Tak Disangka](1923) [Sengsara Membawa Nikmat] (1928) [Tak Membalas Guna](1932)
[Memutuskan Pertalian](1932) [Adinegoro|Djamaluddin Adinegoro] [Darah Muda]
(1927) [Asmara Jaya](1928) [Abas Soetan Pamoentjak] [Pertemuan](1927 [Abdul
Muis] [Salah Asuhan]] (1928) [Pertemuan Djodoh](1933) [Aman Datuk Madjoindo]
[Menebus Dosa](1932) [Si Cebol Rindukan Bulan] (1934) [Sampaikan Salamku
Kepadanya] (1935) Pujangga Baru Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas
banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis
sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut
rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra
intelektual, nasionalistik dan elitis. Pada masa itu, terbit pula majalah
Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah
dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun
1930 – 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana dkk. Masa ini ada dua
kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu : Kelompok “Seni untuk Seni” yang
dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah Kelompok “Seni untuk
Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn
Pane dan Rustam Effendi. [sunting] Penulis dan Karya Sastra Pujangga BaruSutan
Takdir Alisjahbana Dian Tak Kunjung Padam (1932) Tebaran Mega – kumpulan sajak
(1935) Layar Terkembang (1936) Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940) Hamka Di
Bawah Lindungan Ka’bah (1938) Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1939) Tuan
Direktur (1950) Didalam Lembah Kehidoepan (1940) Armijn Pane Belenggu (1940)
Jiwa Berjiwa Gamelan Djiwa – kumpulan sajak (1960) Djinak-djinak Merpati –
sandiwara (1950) Kisah Antara Manusia – kumpulan cerpen (1953) Sanusi Pane
Pancaran Cinta (1926) Puspa Mega (1927) Madah Kelana (1931) Sandhyakala Ning
Majapahit (1933) Kertajaya (1932) Tengku Amir Hamzah Nyanyi Sunyi (1937)
Begawat Gita (1933) Setanggi Timur (1939) Roestam Effendi Bebasari: toneel
dalam 3 pertundjukan Pertjikan Permenungan Sariamin Ismail Kalau Tak Untung
(1933) Pengaruh Keadaan (1937) Anak Agung Pandji Tisna Ni Rawit Ceti Penjual
Orang (1935) Sukreni Gadis Bali (1936) I Swasta Setahun di Bedahulu (1938)
J.E.Tatengkeng Rindoe Dendam (1934) Fatimah Hasan Delais Kehilangan Mestika
(1935) Said Daeng Muntu Pembalasan Karena Kerendahan Boedi (1941) Karim Halim
Palawija (1944) Angkatan 1945 Pengalaman hidup dan gejolak
sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan ’45. Karya sastra
angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik
– idealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang
perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar.
Sastrawan angkatan ’45 memiliki konsep seni yang diberi judul “Surat
Kepercayaan Gelanggang”. Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan
’45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Penulis dan
Karya Sastra Angkatan 1945 Chairil Anwar Kerikil Tajam (1949) Deru Campur Debu
(1949) Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar Tiga Menguak Takdir
(1950) Idrus Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948) Aki (1949) Perempuan
dan Kebangsaan Achdiat K. Mihardja Atheis (1949) Trisno Sumardjo Katahati dan
Perbuatan (1952) Utuy Tatang Sontani Suling (drama) (1948) Tambera (1949) Awal
dan Mira – drama satu babak (1962) Suman Hs. Kasih Ta’ Terlarai (1961) Mentjari
Pentjuri Anak Perawan (1957) Pertjobaan Setia (1940) [sunting] Angkatan 1950 –
1960-an Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan
H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan
cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956
dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra. Pada angkatan ini muncul
gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan
Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan
dan polemik yang berkepanjangan diantara kalangan sastrawan di Indonesia pada
awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam
politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 – 1960-anPramoedya Ananta Toer Kranji
dan Bekasi Jatuh (1947) Bukan Pasar Malam (1951) Di Tepi Kali Bekasi (1951)
Keluarga Gerilya (1951) Mereka yang Dilumpuhkan (1951) Perburuan (1950) Cerita
dari Blora (1952) Gadis Pantai (1965) Nh. Dini Dua Dunia (1950) Hati jang Damai
(1960) Sitor Situmorang Dalam Sadjak (1950) Djalan Mutiara: kumpulan tiga
sandiwara (1954) Pertempuran dan Saldju di Paris (1956) Surat Kertas Hidjau:
kumpulan sadjak (1953) Wadjah Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955) Mochtar Lubis
Tak Ada Esok (1950) Jalan Tak Ada Ujung (1952) Tanah Gersang (1964) Si Djamal
(1964) Marius Ramis Dayoh Putra Budiman (1951) Pahlawan Minahasa (1957) Ajip
Rosidi Tahun-tahun Kematian (1955) Ditengah Keluarga (1956) Sebuah Rumah Buat
Hari Tua (1957) Cari Muatan (1959) Pertemuan Kembali (1961) Ali Akbar Navis
Robohnya Surau Kami – 8 cerita pendek pilihan (1955) Bianglala – kumpulan cerita
pendek (1963) Hujan Panas (1964) Kemarau (1967) Toto Sudarto Bachtiar Etsa
sajak-sajak (1956) Suara – kumpulan sajak 1950-1955 (1958) Ramadhan K.H
Priangan si Jelita (1956) W.S. Rendra Balada Orang-orang Tercinta (1957) Empat
Kumpulan Sajak (1961) Ia Sudah Bertualang (1963) Subagio Sastrowardojo Simphoni
(1957) Nugroho Notosusanto Hujan Kepagian (1958) Rasa Sajangé (1961) Tiga Kota
(1959) Trisnojuwono Angin Laut (1958) Dimedan Perang (1962) Laki-laki dan Mesiu
(1951) Toha Mochtar Pulang (1958) Gugurnya Komandan Gerilya (1962) Daerah Tak
Bertuan (1963) Purnawan Tjondronagaro Mendarat Kembali (1962) Bokor Hutasuhut
Datang Malam (1963) Angkatan 1966 – 1970-an Angkatan ini ditandai dengan
terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis.[3] Semangat avant-garde
sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang
sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran
surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd. Penerbit Pustaka Jaya sangat
banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan
pada angkatan 1950-an yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah Motinggo
Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad,
Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra
Indonesia, H.B. Jassin. Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar
Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Darmanto Jatman, Arief Budiman,
Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing
Kardjo, Taufik Ismail dan banyak lagi yang lainnya. Penulis dan Karya Sastra
Angkatan 1966Taufik Ismail Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Tirani dan Benteng
Buku Tamu Musim Perjuangan Sajak Ladang Jagung Kenalkan Saya Hewan Puisi-puisi Langit
Sutardji Calzoum Bachri O Amuk Kapak Abdul Hadi WM Meditasi (1976) Potret
Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975) Tergantung Pada Angin (1977)
Sapardi Djoko Damono Dukamu Abadi (1969) Mata Pisau (1974) Goenawan Mohamad
Parikesit (1969) Interlude (1971) Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin
Kundang (1972) Seks, Sastra, dan Kita (1980) Umar Kayam Seribu Kunang-kunang di
Manhattan Sri Sumarah dan Bawuk Lebaran di Karet Pada Suatu Saat di Bandar
Sangging Kelir Tanpa Batas Para Priyayi Jalan Menikung Danarto Godlob Adam
Makrifat Berhala Nasjah Djamin Hilanglah si Anak Hilang (1963) Gairah untuk
Hidup dan untuk Mati (1968) Putu Wijaya Bila Malam Bertambah Malam (1971)
Telegram (1973) Stasiun (1977) Pabrik Gres Bom Djamil Suherman Perjalanan ke Akhirat
(1962) Manifestasi (1963) Titis Basino Dia, Hotel, Surat Keputusan (1963)
Lesbian (1976) Bukan Rumahku (1976) Pelabuhan Hati (1978) Pelabuhan Hati (1978)
Leon Agusta Monumen Safari (1966) Catatan Putih (1975) Di Bawah Bayangan Sang
Kekasih (1978) Hukla (1979) Iwan Simatupang Ziarah (1968) Kering (1972)
Merahnya Merah (1968) Keong (1975) RT Nol/RW Nol Tegak Lurus Dengan Langit M.A
Salmoen Masa Bergolak (1968) Parakitri Tahi Simbolon Ibu (1969) Chairul Harun
Warisan (1979) Kuntowijoyo Khotbah di Atas Bukit (1976) M. Balfas
Lingkaran-lingkaran Retak (1978) Mahbub Djunaidi Dari Hari ke Hari (1975)
Wildan Yatim Pergolakan (1974) Harijadi S. Hartowardojo Perjanjian dengan Maut
(1976) Ismail Marahimin Dan Perang Pun Usai (1979) Wisran Hadi Empat Orang Melayu
Jalan Lurus Angkatan 1980 – 1990-an Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu
setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan
sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra
Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan
penerbitan umum. Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an
ini antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra,
Seno Gumira Ajidarma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky
Hidayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani,
dan Tajuddin Noor Ganie. Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita
Indonesia lain yang menonjol pada dekade 1980-an dengan beberapa karyanya
antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati,
dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang
ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, di mana tokoh utama
biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur. Mira W dan Marga T adalah
dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi
ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah
wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih
dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan
untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 1980-an
biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya. Namun yang tak boleh dilupakan,
pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, yaitu lahirnya
sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan serial
Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar
baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat. Ada nama-nama
terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang dikomandani Titie
Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning, Yvonne de Fretes,
dan Oka Rusmini. Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980 Ahmadun Yosi Herfanda
Ladang Hijau (1980) Sajak Penari (1990) Sebelum Tertawa Dilarang (1997)
Fragmen-fragmen Kekalahan (1997) Sembahyang Rumputan (1997) Y.B Mangunwijaya
Burung-burung Manyar (1981) Darman Moenir Bako (1983) Dendang (1988) Budi Darma
Olenka (1983) Rafilus (1988) Sindhunata Anak Bajang Menggiring Angin (1984)
Arswendo Atmowiloto Canting (1986) Hilman Hariwijaya Lupus – 28 novel
(1986-2007) Lupus Kecil – 13 novel (1989-2003) Olga Sepatu Roda (1992) Lupus
ABG – 11 novel (1995-2005) Dorothea Rosa Herliany Nyanyian Gaduh (1987)
Matahari yang Mengalir (1990) Kepompong Sunyi (1993) Nikah Ilalang (1995) Mimpi
Gugur Daun Zaitun (1999) Gustaf Rizal Segi Empat Patah Sisi (1990) Segi Tiga
Lepas Kaki (1991) Ben (1992) Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (1999) Remy
Sylado Ca Bau Kan (1999) Kerudung Merah Kirmizi (2002) Angkatan Reformasi
Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ
Habibie lalu KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul
wacana tentang “Sastrawan Angkatan Reformasi”. Munculnya angkatan ini ditandai
dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema
sosial-politik, khususnya seputar reformasi. Di rubrik sastra harian Republika
misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau
sajak-sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku
antologi puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik. Sastrawan
Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada
akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi
politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran
karya-karya sastra — puisi, cerpen, dan novel — pada saat itu. Bahkan,
penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti
Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noer, dan Hartono
Benny Hidayat, juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik
mereka. Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi Widji Thukul Puisi Pelo
Darman [sunting] Angkatan 2000-an Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan
Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak
memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana
tentang lahirnya “Sastrawan Angkatan 2000″. Sebuah buku tebal tentang Angkatan
2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2002.
Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra dimasukkan
Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak
1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma,
serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu Utami dan Dorothea Rosa
Herliany. Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000 Ayu Utami Saman (1998) Larung
(2001) Seno Gumira Ajidarma Atas Nama Malam Sepotong Senja untuk Pacarku Biola
Tak Berdawai Dewi Lestari Supernova 1: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (2001)
Supernova 2.1: Akar (2002) Supernova 2.2: Petir (2004) Habiburrahman El Shirazy
Ayat-Ayat Cinta (2004) Diatas Sajadah Cinta (2004) Ketika Cinta Berbuah Surga
(2005) Pudarnya Pesona Cleopatra (2005) Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007) Ketika
Cinta Bertasbih 2 (2007) Dalam Mihrab Cinta (2007) Andrea Hirata Laskar Pelangi
(2005) Sang Pemimpi (2006) Edensor (2007) Maryamah Karpov (2008) [sunting]
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2010 DENGAN LAHIRNYA SASTRAWAN ANGKATAN
2000AN MAKA SEBAGAI TINDAK LANJUT PERKEMBANGAN SASTRA DI iNDONESIA MAKA PADA
TAHUN 2010 TUMBUHLAH SASTRAWAN ANGKATAN 2010 YAMNG AKAN BERSAMA DENGAN
SASTRAWAN ANGKATAN 200AN UNTUK MEMPERJUANGKAN HAK HAK PENULIS DAN DARI KARYA
KARYA YANG BANYAK DI BERENDELI KARENA TERKAIT KONDISI POLITIK DAN EKONOMI
NEGARA SERTA TINDAK TINDAK KRIMINAL.ANGKATAN INI DI PELOPORI Tosa spd .DIANTARA
SASTRAWAN ANGKATAN 2010 ANTARA LAIN : Tosa spd lukisan jiwa (2009)Antologi
puisi melan conis (2009) Toni Saputra Nurani Soyo Mukti [sunting] Cybersastra
Era internet memasuki komunitas sastra di Indonesia. Banyak karya sastra
Indonesia yang tidak dipublikasi berupa buku namun termaktub di dunia maya
(Internet), baik yang dikelola resmi oleh pemerintah, organisasi non-profit,
maupun situs pribadi. Ada beberapa situs Sastra Indonesia di dunia maya. Copy
dari blog sebelah....