Kamis, 25 April 2013


ZAMAN BERSALIN, MORALITAS SEMAKIN “TERDEGRDASI”

Daya pikir manusia abad millennium kini telah terdoktrin oleh arus-arus kabarat-baratan Tak hayal jikalau seperti ini mungkin akan bagaimana mestinya manusia diabad berikutnya. Semua ingin dicap sebagai “jawara” tentunya didalam bidang yang tidak semestinya. Mungkin gejolak inilah yang kini merasuki generasi kawula muda, terutama para pelajar yang seharusnya bisa diandalkan sebagai generasi pengemban cita-cita moyang kita.
Kini disiang hari hampir tak ada lagi kegiatan permainan anak-anak yang semestinya dienyam oleh seusia adik-adik kita, mereka kini lebih suka bermain dengan menggunakan gadet terbaru yang konon katanya produk tren masa kini. Tak hanya itu kegiatan remaja kini berotasi dan berganti bergerak dimalam hari, kegiatan kumpul-kumpul mereka jadikan sebagai landasan untuk beralasan agar diperbolehkan keluar rumah oleh kedua orang tua mereka tercinta. Lalu apa saja yang mereka lakukan saat berkumpul dimalam hari?,
Bedasarkan realita dan sepengetahuan yang saya miliki, para remaja yang akrab dengan dunia malam hari, telah bisa mencekik leher botol, tak ada rasa ragu diantara mereka untuk menenggak minuman yang sepantasnya belum bisa mereka konsumsi. Jelas semua itu berawal dari keluar larut malam dan mulai mencoba menghisap beberapa batang rokok dan didorong oleh pergaulan yang salah asuhan. Tak hanya sampai disitu, Zaman kini telah bersalin kezaman Suzuki dan Yamaha hampir disetiap kantung saku sebelah kanan para remaja terdapat kunci kontak kuda besi yang siap mengantar mereka kegerbang terdekat menuju degradasi moral lainnya.
            Sineaspun bisa kita jadikan tersangka terhadap merosotnya moralitas para remaja kita, TV.Swasta kini berlomba-lomba menyajikan program yang notabene menyajikan kehidupan yang begitu diangan-angankan para remaja, mulai dari kegiatan berganti-ganti pacar, hingga sineas yang bekiblat ke  korea.
            Segala sesuatu seperti diatas memang tak bisa kita kambing hitamkan begitu saja, sejatinya para remaja kini membutuhkan tuntunan yang bisa mereka jadikan sebagai panutan, bukan tontonan yang mereka jadikan dan tanamkan kedalam pola prilaku mereka. Selayaknya kita bergandengan tangan dan berbondong-bondong saling memberikan pitutur yang baik bagi kawula muda kini.

Indonesia
24 April 2013

Sejarah Sastra INDONESIA Sastra Indonesia, adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai macam karya sastra di Asia Tenggara. Istilah “Indonesia” sendiri mempunyai arti yang saling melengkapi terutama dalam cakupan geografi dan sejarah poltik di wilayah tersebut. Sastra Indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra yang dibuat di wilayah Kepulauan Indonesia. Sering juga secara luas dirujuk kepada sastra yang bahasa akarnya berdasarkan Bahasa Melayu (dimana bahasa Indonesia adalah satu turunannya). Dengan pengertian kedua maka sastra ini dapat juga diartikan sebagai sastra yang dibuat di wilayah Melayu (selain Indonesia, terdapat juga beberapa negara berbahasa Melayu seperti Malaysia dan Brunei), demikian pula bangsa Melayu yang tinggal di Singapura. Daftar isi 1 Periodisasi 2 Pujangga Lama 2.1 Karya Sastra Pujangga Lama 2.1.1 Sejarah 2.1.2 Hikayat 2.1.3 Syair 2.1.4 Kitab agama 3 Sastra Melayu Lama 3.1 Karya Sastra Melayu Lama 4 Angkatan Balai Pustaka 5 Pujangga Baru 5.1 Penulis dan Karya Sastra Pujangga Baru 6 Angkatan 1945 6.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945 7 Angkatan 1950 – 1960-an 7.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 – 1960-an 8 Angkatan 1966 – 1970-an 8.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966 9 Angkatan 1980 – 1990-an 9.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980 10 Angkatan Reformasi 10.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi 11 Angkatan 2000-an 11.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000 11.2 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2010 12 Cybersastra 13 Pranala luar 14 Referensi Periodisasi Sastra Sastra Indonesia terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu: (a) lisan (b) tulisan Secara urutan waktu maka sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan: Angkatan Pujangga Lama Angkatan Sastra Melayu Lama Angkatan Balai Pustaka Angkatan Pujangga Baru Angkatan 1945 Angkatan 1950 – 1960-an Angkatan 1966 – 1970-an Angkatan 1980 – 1990-an Angkatan Reformasi Angkatan 2000-an Angkatan 2010 Pujangga Lama Pujangga lama merupakan bentuk pengklasifikasian karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya satra di dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat. Di Nusantara, budaya Melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat meliputi sebagian besar negara pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya. Di Sumatera bagian utara muncul karya-karya penting berbahasa Melayu, terutama karya-karya keagamaan. Hamzah Fansuri adalah yang pertama di antara penulis-penulis utama angkatan Pujangga Lama. Dari istana Kesultanan Aceh pada abad XVII muncul karya-karya klasik selanjutnya, yang paling terkemuka adalah karya-karya Syamsuddin Pasai dan Abdurrauf Singkil, serta Nuruddin ar-Raniri.[1] Karya Sastra Pujangga Lama Sejarah Sejarah Melayu (Malay Annals) HikayatHikayat Abdullah Hikayat Aceh Hikayat Amir Hamzah Hikayat Andaken Penurat Hikayat Bayan Budiman Hikayat Djahidin Hikayat Hang Tuah Hikayat Iskandar Zulkarnain Hikayat Kadirun Hikayat Kalila dan Damina Hikayat Masydulhak Hikayat Pandawa Jaya Hikayat Pandja Tanderan Hikayat Putri Djohar Manikam Hikayat Sri Rama Hikayat Tjendera Hasan Tsahibul Hikayat Syair Syair Bidasari Syair Ken Tambuhan Syair Raja Mambang Jauhari Syair Raja Siak Kitab agama Syarab al-’Asyiqin (Minuman Para Pecinta) oleh Hamzah Fansuri Asrar al-’Arifin (Rahasia-rahasia para Gnostik) oleh Hamzah Fansuri Nur ad-Daqa’iq (Cahaya pada kehalusan-kehalusan) oleh Syamsuddin Pasai Bustan as-Salatin (Taman raja-raja) oleh Nuruddin ar-Raniri Sastra Melayu Lama Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 – 1942, yang berkembang dilingkungan masyarakat Sumatera seperti “Langkat, Tapanuli, Minangkabau dan daerah Sumatera lainnya”, orang Tionghoa dan masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat. Karya Sastra Melayu LamaRobinson Crusoe (terjemahan) Lawan-lawan Merah Mengelilingi Bumi dalam 80 hari (terjemahan) Graaf de Monte Cristo (terjemahan) Kapten Flamberger (terjemahan) Rocambole (terjemahan) Nyai Dasima oleh G. Francis (Indo) Bunga Rampai oleh A.F van Dewall Kisah Perjalanan Nakhoda Bontekoe Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan Kisah Pelayaran ke Makassar dan lain-lainnya Cerita Siti Aisyah oleh H.F.R Kommer (Indo) Cerita Nyi Paina Cerita Nyai Sarikem Cerita Nyonya Kong Hong Nio Nona Leonie Warna Sari Melayu oleh Kat S.J Cerita Si Conat oleh F.D.J. Pangemanan Cerita Rossina Nyai Isah oleh F. Wiggers Drama Raden Bei Surioretno Syair Java Bank Dirampok Lo Fen Kui oleh Gouw Peng Liang Cerita Oey See oleh Thio Tjin Boen Tambahsia Busono oleh R.M.Tirto Adhi Soerjo Nyai Permana Hikayat Siti Mariah oleh Hadji Moekti (indo) dan masih ada sekitar 3000 judul karya sastra Melayu-Lama lainnya Angkatan Balai Pustaka Angkatan Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini. Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura. Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai “Raja Angkatan Balai Pustaka” oleh sebab banyak karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah “novel Sumatera”, dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya.[2] Penulis dan Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka [Merari Siregar] [Azab dan Sengsara](1920) [Binasa kerna Gadis Priangan](1931) [Cinta dan Hawa Nafsu] [Marah Roesli] [Siti Nurbaya](1922) [La Hami] (1924) [Anak dan Kemenakan](1956 [Muhammad Yamin][Tanah Air (novel)|Tanah Air](1922) [Indonesia, Tumpah Darahku] (1928) [Kalau Dewi Tara Sudah Berkata][Ken Arok dan Ken Dedes] (1934) [Nur Sutan Iskandar][Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan] (1923) [Cinta yang Membawa Maut](1926) [Salah Pilih](1928) [Karena Mentua](1932) [Tuba Dibalas dengan Susu]] (1933) [Hulubalang Raja] (1934) [Katak Hendak Menjadi Lembu] (1935) [Tulis Sutan Sati] [Tak Disangka](1923) [Sengsara Membawa Nikmat] (1928) [Tak Membalas Guna](1932) [Memutuskan Pertalian](1932) [Adinegoro|Djamaluddin Adinegoro] [Darah Muda] (1927) [Asmara Jaya](1928) [Abas Soetan Pamoentjak] [Pertemuan](1927 [Abdul Muis] [Salah Asuhan]] (1928) [Pertemuan Djodoh](1933) [Aman Datuk Madjoindo] [Menebus Dosa](1932) [Si Cebol Rindukan Bulan] (1934) [Sampaikan Salamku Kepadanya] (1935) Pujangga Baru Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis. Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 – 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana dkk. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu : Kelompok “Seni untuk Seni” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi. [sunting] Penulis dan Karya Sastra Pujangga BaruSutan Takdir Alisjahbana Dian Tak Kunjung Padam (1932) Tebaran Mega – kumpulan sajak (1935) Layar Terkembang (1936) Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940) Hamka Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938) Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1939) Tuan Direktur (1950) Didalam Lembah Kehidoepan (1940) Armijn Pane Belenggu (1940) Jiwa Berjiwa Gamelan Djiwa – kumpulan sajak (1960) Djinak-djinak Merpati – sandiwara (1950) Kisah Antara Manusia – kumpulan cerpen (1953) Sanusi Pane Pancaran Cinta (1926) Puspa Mega (1927) Madah Kelana (1931) Sandhyakala Ning Majapahit (1933) Kertajaya (1932) Tengku Amir Hamzah Nyanyi Sunyi (1937) Begawat Gita (1933) Setanggi Timur (1939) Roestam Effendi Bebasari: toneel dalam 3 pertundjukan Pertjikan Permenungan Sariamin Ismail Kalau Tak Untung (1933) Pengaruh Keadaan (1937) Anak Agung Pandji Tisna Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935) Sukreni Gadis Bali (1936) I Swasta Setahun di Bedahulu (1938) J.E.Tatengkeng Rindoe Dendam (1934) Fatimah Hasan Delais Kehilangan Mestika (1935) Said Daeng Muntu Pembalasan Karena Kerendahan Boedi (1941) Karim Halim Palawija (1944) Angkatan 1945 Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan ’45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik – idealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan ’45 memiliki konsep seni yang diberi judul “Surat Kepercayaan Gelanggang”. Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan ’45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945 Chairil Anwar Kerikil Tajam (1949) Deru Campur Debu (1949) Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar Tiga Menguak Takdir (1950) Idrus Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948) Aki (1949) Perempuan dan Kebangsaan Achdiat K. Mihardja Atheis (1949) Trisno Sumardjo Katahati dan Perbuatan (1952) Utuy Tatang Sontani Suling (drama) (1948) Tambera (1949) Awal dan Mira – drama satu babak (1962) Suman Hs. Kasih Ta’ Terlarai (1961) Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957) Pertjobaan Setia (1940) [sunting] Angkatan 1950 – 1960-an Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra. Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan diantara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia. Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 – 1960-anPramoedya Ananta Toer Kranji dan Bekasi Jatuh (1947) Bukan Pasar Malam (1951) Di Tepi Kali Bekasi (1951) Keluarga Gerilya (1951) Mereka yang Dilumpuhkan (1951) Perburuan (1950) Cerita dari Blora (1952) Gadis Pantai (1965) Nh. Dini Dua Dunia (1950) Hati jang Damai (1960) Sitor Situmorang Dalam Sadjak (1950) Djalan Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954) Pertempuran dan Saldju di Paris (1956) Surat Kertas Hidjau: kumpulan sadjak (1953) Wadjah Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955) Mochtar Lubis Tak Ada Esok (1950) Jalan Tak Ada Ujung (1952) Tanah Gersang (1964) Si Djamal (1964) Marius Ramis Dayoh Putra Budiman (1951) Pahlawan Minahasa (1957) Ajip Rosidi Tahun-tahun Kematian (1955) Ditengah Keluarga (1956) Sebuah Rumah Buat Hari Tua (1957) Cari Muatan (1959) Pertemuan Kembali (1961) Ali Akbar Navis Robohnya Surau Kami – 8 cerita pendek pilihan (1955) Bianglala – kumpulan cerita pendek (1963) Hujan Panas (1964) Kemarau (1967) Toto Sudarto Bachtiar Etsa sajak-sajak (1956) Suara – kumpulan sajak 1950-1955 (1958) Ramadhan K.H Priangan si Jelita (1956) W.S. Rendra Balada Orang-orang Tercinta (1957) Empat Kumpulan Sajak (1961) Ia Sudah Bertualang (1963) Subagio Sastrowardojo Simphoni (1957) Nugroho Notosusanto Hujan Kepagian (1958) Rasa SajangĂ© (1961) Tiga Kota (1959) Trisnojuwono Angin Laut (1958) Dimedan Perang (1962) Laki-laki dan Mesiu (1951) Toha Mochtar Pulang (1958) Gugurnya Komandan Gerilya (1962) Daerah Tak Bertuan (1963) Purnawan Tjondronagaro Mendarat Kembali (1962) Bokor Hutasuhut Datang Malam (1963) Angkatan 1966 – 1970-an Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis.[3] Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin. Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail dan banyak lagi yang lainnya. Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966Taufik Ismail Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Tirani dan Benteng Buku Tamu Musim Perjuangan Sajak Ladang Jagung Kenalkan Saya Hewan Puisi-puisi Langit Sutardji Calzoum Bachri O Amuk Kapak Abdul Hadi WM Meditasi (1976) Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975) Tergantung Pada Angin (1977) Sapardi Djoko Damono Dukamu Abadi (1969) Mata Pisau (1974) Goenawan Mohamad Parikesit (1969) Interlude (1971) Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972) Seks, Sastra, dan Kita (1980) Umar Kayam Seribu Kunang-kunang di Manhattan Sri Sumarah dan Bawuk Lebaran di Karet Pada Suatu Saat di Bandar Sangging Kelir Tanpa Batas Para Priyayi Jalan Menikung Danarto Godlob Adam Makrifat Berhala Nasjah Djamin Hilanglah si Anak Hilang (1963) Gairah untuk Hidup dan untuk Mati (1968) Putu Wijaya Bila Malam Bertambah Malam (1971) Telegram (1973) Stasiun (1977) Pabrik Gres Bom Djamil Suherman Perjalanan ke Akhirat (1962) Manifestasi (1963) Titis Basino Dia, Hotel, Surat Keputusan (1963) Lesbian (1976) Bukan Rumahku (1976) Pelabuhan Hati (1978) Pelabuhan Hati (1978) Leon Agusta Monumen Safari (1966) Catatan Putih (1975) Di Bawah Bayangan Sang Kekasih (1978) Hukla (1979) Iwan Simatupang Ziarah (1968) Kering (1972) Merahnya Merah (1968) Keong (1975) RT Nol/RW Nol Tegak Lurus Dengan Langit M.A Salmoen Masa Bergolak (1968) Parakitri Tahi Simbolon Ibu (1969) Chairul Harun Warisan (1979) Kuntowijoyo Khotbah di Atas Bukit (1976) M. Balfas Lingkaran-lingkaran Retak (1978) Mahbub Djunaidi Dari Hari ke Hari (1975) Wildan Yatim Pergolakan (1974) Harijadi S. Hartowardojo Perjanjian dengan Maut (1976) Ismail Marahimin Dan Perang Pun Usai (1979) Wisran Hadi Empat Orang Melayu Jalan Lurus Angkatan 1980 – 1990-an Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum. Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie. Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada dekade 1980-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, di mana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur. Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 1980-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya. Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan serial Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat. Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning, Yvonne de Fretes, dan Oka Rusmini. Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980 Ahmadun Yosi Herfanda Ladang Hijau (1980) Sajak Penari (1990) Sebelum Tertawa Dilarang (1997) Fragmen-fragmen Kekalahan (1997) Sembahyang Rumputan (1997) Y.B Mangunwijaya Burung-burung Manyar (1981) Darman Moenir Bako (1983) Dendang (1988) Budi Darma Olenka (1983) Rafilus (1988) Sindhunata Anak Bajang Menggiring Angin (1984) Arswendo Atmowiloto Canting (1986) Hilman Hariwijaya Lupus – 28 novel (1986-2007) Lupus Kecil – 13 novel (1989-2003) Olga Sepatu Roda (1992) Lupus ABG – 11 novel (1995-2005) Dorothea Rosa Herliany Nyanyian Gaduh (1987) Matahari yang Mengalir (1990) Kepompong Sunyi (1993) Nikah Ilalang (1995) Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999) Gustaf Rizal Segi Empat Patah Sisi (1990) Segi Tiga Lepas Kaki (1991) Ben (1992) Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (1999) Remy Sylado Ca Bau Kan (1999) Kerudung Merah Kirmizi (2002) Angkatan Reformasi Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang “Sastrawan Angkatan Reformasi”. Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya seputar reformasi. Di rubrik sastra harian Republika misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau sajak-sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik. Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran karya-karya sastra — puisi, cerpen, dan novel — pada saat itu. Bahkan, penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noer, dan Hartono Benny Hidayat, juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik mereka. Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi Widji Thukul Puisi Pelo Darman [sunting] Angkatan 2000-an Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya “Sastrawan Angkatan 2000″. Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu Utami dan Dorothea Rosa Herliany. Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000 Ayu Utami Saman (1998) Larung (2001) Seno Gumira Ajidarma Atas Nama Malam Sepotong Senja untuk Pacarku Biola Tak Berdawai Dewi Lestari Supernova 1: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (2001) Supernova 2.1: Akar (2002) Supernova 2.2: Petir (2004) Habiburrahman El Shirazy Ayat-Ayat Cinta (2004) Diatas Sajadah Cinta (2004) Ketika Cinta Berbuah Surga (2005) Pudarnya Pesona Cleopatra (2005) Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007) Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007) Dalam Mihrab Cinta (2007) Andrea Hirata Laskar Pelangi (2005) Sang Pemimpi (2006) Edensor (2007) Maryamah Karpov (2008) [sunting] Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2010 DENGAN LAHIRNYA SASTRAWAN ANGKATAN 2000AN MAKA SEBAGAI TINDAK LANJUT PERKEMBANGAN SASTRA DI iNDONESIA MAKA PADA TAHUN 2010 TUMBUHLAH SASTRAWAN ANGKATAN 2010 YAMNG AKAN BERSAMA DENGAN SASTRAWAN ANGKATAN 200AN UNTUK MEMPERJUANGKAN HAK HAK PENULIS DAN DARI KARYA KARYA YANG BANYAK DI BERENDELI KARENA TERKAIT KONDISI POLITIK DAN EKONOMI NEGARA SERTA TINDAK TINDAK KRIMINAL.ANGKATAN INI DI PELOPORI Tosa spd .DIANTARA SASTRAWAN ANGKATAN 2010 ANTARA LAIN : Tosa spd lukisan jiwa (2009)Antologi puisi melan conis (2009) Toni Saputra Nurani Soyo Mukti [sunting] Cybersastra Era internet memasuki komunitas sastra di Indonesia. Banyak karya sastra Indonesia yang tidak dipublikasi berupa buku namun termaktub di dunia maya (Internet), baik yang dikelola resmi oleh pemerintah, organisasi non-profit, maupun situs pribadi. Ada beberapa situs Sastra Indonesia di dunia maya. Copy dari blog sebelah....

Jumat, 22 Oktober 2010

TUGAS SEJARAH

TUGAS SEJARAH

1.Pemilu 1955

Pemilihan Umum Anggota DPR dan Konstituante Indonesia 1955

Pemilu pertama dilangsungkan pada tahun 1955 dan bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu 1955, dan dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.

Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:

  • Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu,

  • Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.

Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.

Asas nya”JUJUR DAN KEBERSAMAAN:

2.Pemilu 1971

Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPRD Indonesia 1971

Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 10 partai politik.

Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.

Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya.

Asas”LUBER”

3.Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1977 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 2 Mei 1977 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya) se-Indonesia periode 1977-1982.

Pemilihan Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:

  1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

  2. Golongan Karya (Golkar)

  3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)

Sebagai pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.

Asas nya “LUBER”

4.Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1982 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 4 Mei 1982 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya) se-Indonesia periode 1982-1987.

Pemilihan Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:

  1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

  2. Golongan Karya (Golkar)

  3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)

Sebagai pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.

Asas nya”LUBER”

5.Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1987 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 23 April 1987 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya) se-Indonesia periode 1987-1992.

Pemilihan Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:

  1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

  2. Golongan Karya (Golkar)

  3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)

Sebagai pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.

Asas nya”LUBER”

6.Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1992 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 9 Juni 1992 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya) se-Indonesia periode 1992-1997.

Pemilihan Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:

  1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

  2. Golongan Karya (Golkar)

  3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)

Sebagai pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.

Asas nya”LUBER”



7.Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1997 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 29 Mei 1997 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya) se-Indonesia periode 1997-2002. Pemilihan Umum ini merupakan yang terakhir kali diselenggarakan pada masa Orde Baru.

Pemilihan Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:

  1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

  2. Golongan Karya (Golkar)

  3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)

Sebagai pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya. Pemilu ini diwarnai oleh aksi golput oleh Megawati Soekarnoputri, yang tersingkir sebagai Ketua Umum PDI yang tidak diakui rezim pemerintah waktu itu.

Asas nya “ LUBER”

8.Pemilu 1999

Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPRD Indonesia 1999

Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.

Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.

Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.

Asas”JURDIL”

9.Pemilu 2004

Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 April 2004 untuk memilih 550 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009.Hasil akhir pemilu menunjukan bahwa Golkar mendapat suara terbanyak. Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dua partai terbaru dalam pemilu ini, mendapat 7,45% dan 7,34% suara.Pemilihan umum 2004 dinyatakan sebagai pemilu paling rumit dalam sejarah demokrasi,dan di ikuti 24 parpol.

Asas"LURDIL

10.Pemilu 2009

Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2009 (biasa disingkat Pemilu Legislatif 2009 atau Pileg 2009) diselenggarakan untuk memilih 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2009-2014. Pemungutan suara diselenggarakan secara serentak di hampir seluruh wilayah Indonesia pada tanggal 9 April 2009 (sebelumnya dijadwalkan berlangsung pada 5 April, namun kemudian diundur,38 partai memenuhi kriteria untuk ikut serta dalam pemilu 2009. Partai Demokrat memenangkan suara terbanyak, diikuti dengan Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Asas “LUBER”












NAMA:


KLS :

Kamis, 12 November 2009

SEMUANYA

PARA
WARGA IS5 INGAT SEBENTAR LAGI KITA ULANGAN
KITA HARUS LEBIH GIAT LAGI BELAJAR.
MAKA DARI ITU KITA HARUS SALING MENSUPORT DALAM
SUASANA BELAJARR SEHARI-HARI.

DEMIKIAN
PEMBERITAHUAN DARI SAYASENDIRI.